11 August 2016 / Berita Sukita Terkini

LOKAKARYA ANAK
DAN PENDAMPING ANAK LINTAS IMAN


media

LOKAKARYA ANAK DAN PENDAMPING ANAK LINTAS IMAN

“Membangun Bumi Damai Bagi Anak Lintas Iman”

Kontributor: Pdt. Sutrisno

Beberapa waktu lalu tepatnya tanggal 22-24 Juli 2016, PGI dan Gereja-gereja Mitra PKN (Protestantse Kerk in Nederland) mengadakan Lokakarya Anak dan Pendamping Anak Lintas Iman dengan GKI sebagai Host kegiatan tersebut. Agar kegiatan ini dapat berjalan dengan baik maka GKI Sinode Wilayah Jawa Timur menunjuk GKI Jember menjadi tim pelaksana kegiatan lokakarya yang sangat menarik. Lokakarya ini dilaksanakan dalam rangka merayakan hari anak nasional. Dan kegiatan yang sangat menarik ini bukan hanya dihadiri oleh pendamping anak dari gereja-gereja mitra PKN saja namun juga pendamping anak lintas iman lainnya bahkan lembaga lainnya yang menaruh perhatian pada dunia anak. Setidaknya acara ini dihadiri oleh 50 orang peserta yang mengikuti setiap rangkaian acara selama 3 hari tersebut dan lebih dari 100 anak-anak dari interdenominasi dan lintas iman yang merayakan hari raya anak di Ledok Ombo – Jember sebagai pusat pesta anak saat itu. Lokakarya ini mengusung tema besar yaitu Membangun Bumi Damai Bagi Anak Lintas Iman. Acara ini didukung oleh berbagai narasumber yang kompeten dibidangnya, antara lain: Khoirul Faizin, M.Ag. (Dosen Tarbiyah IAIN Jember), Dra.Maria Ulfah Anshor, M. Si (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), Idy Muzzayat (Wakil ketua KPI), Ciciek Farha (Yayasan Ledok Ombo), Pdt. Andri Purnawan (GKI Darmo Satelit), dan para fasilitator lainnya.

 

Lokakarya yang diadakan di Hotel Panorama, Jember ini berlatar belakang dari perkembangan maraknya kasus kekerasan pada anak yang terjadi di Indonesia saat ini. Harapan bahwa anak memiliki ruang untuk bergerak, bermain, belajar dan bersahabat di tengah masyarakat yang plural ini menjadi semakin hilang akibat fenomena kekerasan ini. Lingkungan menjadi tempat yang tidak aman bagi anak untuk mengekpresikan diri mereka.

 

Data dari pengaduan KPAI menunjukkan bahwa pada triwulan pertama, Januari hingga 15 Maret 2016 pengaduan terkait perlindungan anak telah mencapai 645 kasus, terbesar adalah kasus Anak Berhadapan Hukum (ABH) sebanyak 167 kasus, keluarga dan pengasuhan alternatif sebesar 152 kasus, kasus pelanggaran hak pendidikan sebanyak 84 kasus, masalah pornografi dan cyber crime 67 kasus, Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat sebanyak 24 kasus, bidang Agama dan Budaya sebanyak 45 kasus, bidang Hak Sipil dan Partisipasi sebanyak 15 kasus, bidang Kesehatan dan Napza sebanyak 52 kasus, dan bidang Trafficking dan Eksploitasi sebanyak 33 kasus dan lain-lain sebanyak 6 kasus. Dari kasus tersebut, ada 102 kasus terkait dengan masalah akses bertemu dan rebutan kuasa asuh anak. Penyebab utamanya adalah konflik rumah tangga dan ketidaksiapan menjadi orang tua, yang akhirnya mengorbankan dan menelantarkan anak.

 

Selain itu, ada persoalan lain yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia yang plural ini, yaitu segregasi antara kelompok satu dengan yang lain. Segregasi ini sudah sangat terasa dalam usia dini. Sikap yang didasari prasangka, curiga bahkan ketegangan yang bermuatan agama menjadi kenyataan yang memprihatinkan. Sekat-sekat agama suku, budaya terasa kuat, yang membuat masyarakat terkotak-kotak. Hal inilah yang membuat tantangan tersendiri untuk membangun ruang dan kesempatan yang memungkinkan semua pemeluk agama, suku dan budaya yang beraneka ragam saling berjumpa dan mengembangkan persahabatan yang didasari saling peraya dan saling menghargai. Dengan demikian kesalahpahaman, pertentangan , konflik atas nama agama suku, dan budaya sedikit demi sedikit teratasi.

 

Di satu sisi, dalam dunia yang penuh kekerasan anak sering kali menjadi korban, namun di sisi lain anak juga memiliki potensi untuk untuk memberi masa depan yang yang lebih baik bagi dunia. Dalam banyak kisah, anak mampu membuktikan sebagai motor perubahan. Anak adalah subyek perubahan. Melalui anak, orang dewasa dan dunia belajar tentang nilai-nilai tentang bersahabat dengan tulus, bermain, belajar dan berkarya dengan kreatif.

 

Berdasarkan realita di atas maka GEREJA-GEREJA MITRA PKN ingin menciptakan ruang perjumpaan bagi anak-anak dan pendamping anak lintas iman. Pentingnya program untuk anak ini agar komunitas lintas iman bersama-sama menyadari dan mengatasi persoalan yang secara riil dihadapi oleh masyarakat. Perjumpaan anak lintas iman ini juga memberi ruang kepada anak-anak dan pendamping anak untuk berjumpa dan berani bersahabat dengan mereka yang berbeda. Di samping itu, program ini juga menjadi media perjumpaan bagi orang tua yang mendampingi anaknya tanpa prasangka dan curiga. Melalui perjumpaan dan persahabatan yang tulus ini, benih-benih perdamaian antar anak dan pendamping lintas iman mulai ditabur. Pada saatnya nanti, anak-anak lintas iman akan menjadi agen-agen perdamaian, dan anak lintas iman akan semakin peduli terhadap berbagai bentuk kekerasan, sehingga diharapkan angka kekerasan pada anak akan semakin menurun.

 

Lebih kurang dari 100 anak Lintas Iman bermain bersama

Gembira bermain bersama

Permainan yang jarang dimainkanBersatu hati dan berkomitmen

Lilin Kesatuan Hati

Suasana Workshop