Percakapan Gerejawi
Pnt. Lydia Laura Utomo
di Persidangan XXIX Majelis Klasis
GKI Klasis Madiun
14 Juni 2017

 

Kontributor:
Virgo Tri Septo Anggoro
(GKI Madiun)

">


14 June 2017 / Berita Sukita Terkini

Proficiat
Pnt Lydia Laurina


media

Percakapan Gerejawi
Pnt. Lydia Laura Utomo
di Persidangan XXIX Majelis Klasis
GKI Klasis Madiun
14 Juni 2017

 

Kontributor:
Virgo Tri Septo Anggoro
(GKI Madiun)

Pada Persidangan XXIX Majelis Klasis GKI Klasis Madiun yg berlangsung tanggal 13-15 Juni 2017, dilakukan percakapan gerejawi dalam rangka proses kependetaan Pnt. Lydia Laurina, calon pendeta GKI dengan basis pelayanan GKI Diponegoro, Surabaya.

Di sesi 1, Pnt. Lydia memaparkan tulisannya terkait Pengajaran GKI dengan judul “Mengkomunikasikan Ajaran GKI dalam Konteks Era Digital”. Dalam paparannya di awal, Pnt. Lydia menjelaskan konteks dunia digital secara umum dan global, juga tentang banyaknya pengguna teknologi digital sebagai sebuah situasi-kondisi yang tidak dapat dipungkiri oleh gereja. Melihat situasi-kondisi tersebut, tentu berpengaruh pada kehidupan iman dan ajaran gereja, dalam hal ini GKI. Lebih lanjut, menurut Pnt. Lydia, teknologi digital menawarkan keberagaman dan GKI hidup di dalam dan di tengah-tengah keberagaman tersebut. Untuk itu, GKI dalam pergumulan imannya menghasilkan Konfesi GKI 2014 yang Kristo-soteriologis dan Kristo-sosiologis. Pengakuan iman yang menghayati kehadiran Kristus yang menyelamatkan sekaligus membebaskan sehingga konfesi menjadi praksis GKI hadir di tengah konteks keberagaman Indonesia. Bagi GKI, Pnt. Lydia menjelaskan, percaya (beriman) kepada Kristus juga memberikan ruang penghargaan bagi keberagaman. Lalu bagaimana sikap gereja masa kini (GKI) di konteks dunia digital? Pnt. Lydia menawarkan, pertama melakukan pendidikan iman melalui katekisasi, homili, pastoral dengan cara komunikasi yang lain. Kedua, membuat sebuah model pembelajaran yang komprehensif bagi anggota jemaat. Ketiga, gereja perlu berteologi tentang dunia digital. Keempat, dunia digital menjadi locus theologicus, menjadi ruang bagi gereja mewartakan kasih Kristus bagi dunia. Kelima, memanfaatkan dunia digital sebagai sarana pendidikan iman. Keenam, dalam memanfaatkan dunia digital sebagai locus theologicus, GKI berkomitmen untuk menghargai keberagaman.

 

Setelah menyampaikan paparannya, dilanjutkan diskusi dengan Pdt. Andri Purnawan sebagai pemandu percakapan. Dalam diskusi dan pertanyaannya, Pdt. Andri bertanya dengan mencoba mengangkat isu-isu kontemporer tentang dunia digital dalam keterkaitan dengan iman ke-Kristen-an. Lebih tajam lagi, Pdt. Andri menyorotinya dalam konteks GKI dalam kaitan digitalisasi dengan Konfesi GKI 2014 dan kehadiran keberagaman yang saat ini dihadapi GKI sebagai sebuah realita, baik dalam iman maupun sosial. Dalam sebuah realita yang demikian, bagaimana sikap GKI sebenarnya? Dengan cukup jelas, Pnt. Lydia memaparkan jawaban-jawabannya dalam diskusi tersebut. Setelah percakapan dengan Pdt. Andri Purnawan selesai, dilanjutkan dengan percakapan dengan para peserta persidangan.

 

 

 

Di sesi yang kedua, Pnt. Lydia memaparkan tulisannya terkait Tata Gereja dengan judul “Memaknai Perjumpaan di Era Digital dalam Perspektif Tata Gereja dan Tata Laksana GKI Mengenai Persekutuan”. Pada awal penjelasannya, Pnt. Lydia menjelaskan tentang situasi jemaat GKI 10-20 tahun domisilinya cenderung berkumpul. Namun, di masa kini tersebar secara kultural, geografis, dan psikologis, bahkan lintas dunia. Dalam situasi yang demikian, ada dunia digital menolong anggota jemaat yang tersebar tetap terkoneksi (technology of extension). Dunia digital yang berkembang pesat membuat perjumpaan tidak hanya sekedar bertatap muka secara langsung, tetapi screen to screen lewat gawai yang dimilikinya. Di sisi lain, berkembang juga gereja online lewat forum diskusi, renungan, video kotbah, dan ibadah; semuanya dilakukan secara daring. Pertanyaannya, apakah perjumpaan dalam dunia digital dapat disebut persekutuan? Persekutuan dalam perspektif Tata Gereja, menurut Pnt. Lydia, gereja sebagai persekutuan adalah gereja yang bersumber pada Kristo-soteriologis, persekutuan yang esa dari orang-orang beriman sebagai karya Roh Kudus. GKI juga memaknai dirinya sebagai bagian dari konteks tempat dan zaman yang terus berkembang. Maka, persekutuan itu adalah anugerah Allah dimana persekutuan adalah sesuatu yang personal (umat dengan Allah) dan komunal. Dalam konteks tempat, GKI bagian Indonesia yang dipanggil keluar untuk berperan dalam kehidupan Indonesia.

Lebih lanjut, Pnt. Lydia menjelaskan bahwa persekutuan itu disebut juga koinonia dimana ada interaksi ketersalingan dengan keterlibatan bersama dan saling berbagi. Koinonia ini punya keterkaitan dengan communion, yaitu saling berbagi. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, persekutuan yang utuh perlu keterbukaan, pengorbanan, dan kehadiran secara langsung. Lalu, perjumpaan di dunia digital bisa dianggap sebuah persekutuan atau bahkan menggantikannya? Berkaca dari makna persekutuan, dalam perjumpaan dunia digital hubungan ada, keterbukaan dan pengorbanan bisa jadi ada bisa jadi tidak, dan kehadiran secara langsung tidak ada karena terwakili gawai kita. Muncul anonimitas atau penyembunyian identitas dalam perjumpaan di dunia digital. Perjumpaan di dunia digital mewakili beberapa sisi persekutuan tetapi tidak menjawab kehadiran secara langsung. Meski demikian, perjumpaan dunia digital mampu dimanfaatkan dalam memelihara persekutuan, secara universal maupun partikular. Rekomendasi Pnt.Lydia, pertama gereja dapat memanfaatkan media digital sebagai sarana komunikasi dan koordinasi dalam semua lingkup di GKI. Gereja memberikan pendidikan iman terkait perkembangan dunia digital. Media digital menjadi sarana gereja dalam melengkapi peran penggembalaan umum dalam kondisi mendesak dan terbatas oleh jarak. Gereja perlu mengelola setiap perjumpaan yang nyata itu dengan baik, menjawab kebutuhan akan keterhubungan. Fenomena ibadah digital mengingatkan gereja tentang pentingnya membangun hospitalitas yang nyata.

 

Kemudian, dilanjutkan dengan diskusi yang dipandu oleh Pdt. Setyahadi (Ketua Umum BPMSW GKI SW Jawa Timur). Dalam diskusi yang dilakukan, di awal Pdt. Setyahadi mengajak Pnt. Lydia untuk menggali pemahamannya tentang Tata Gereja. Pemandu percakapan mengajak Pnt. Lydia melihat koneksisitas Tata Gereja dengan pemaknaan perjumpaan di dunia digital. Dilanjutkan percakapan dengan peserta persidangan dan Pnt. Lydia mampu menjawab setiap pertanyaan dengan baik.

 

Proficiat Pnt. Lydia Laurina, ditunggu undangan penahbisannya! Tuhan memberkati!