“Apakah belum cukup bagimu bahwa kamu menghabiskan padang rumput yang terbaik? Mesti pulakah kamu injak-injak padang rumput yang lain dengan kakimu?”
(Yeh. 34:18)
Revolusi Industri memicu ambisi para pengusaha di Amerika Serikat untuk meningkatkan produksi. Tidak cukup dengan mesin, para buruh pun dituntut bekerja lebih keras. Sehari mereka dituntut bekerja 20 jam. Kebijakan tidak adil ini ditentang oleh para buruh. Pada 1 Mei 1886, sekitar 400.000 buruh berdemonstrasi. Aksi ini berakhir ricuh dan menewaskan ratusan buruh. Namun, perjuangan mereka tidak sia-sia. Perlahan, pemerintah membuat kebijakan yang berkeadilan untuk para buruh. Perjuangan ini kemudian diperingati sebagai Hari Buruh Internasional, setiap tanggal 1 Mei.
Kisah di atas memperlihatkan bahwa ketidakadilan terjadi atas buruh. Tenaga mereka diperas. Revolusi industri telah meningkatkan hasil produksi, tetapi hal ini malah mendorong para pengusaha untuk meraup keuntungan yang lebih banyak. Mereka tidak memiliki rasa cukup. Hal serupa terjadi di zaman Yehezkiel. Ketidakadilan masih dialami oleh sebagian bangsa Israel yang ada di pembuangan. Menariknya, ketidakadilan datang bukan dari pihak Babel, melainkan dari sesama Israel. Mereka yang hidupnya lebih baik merampas hak yang semestinya dinikmati oleh orang-orang yang berkekurangan.
Melalui Yehezkiel Allah secara tegas berfirman, “Apakah belum cukup bagimu?” Pertanyaan ini menjadi peringatan bagi umat-Nya. Memperjuangkan hidup yang berkeadilan tidak menuntut kita melakukan aksi yang besar dan heroik. Hidup dalam rasa cukup agar tidak terjatuh melakukan ketidakadilan cukuplah.
REFLEKSI:
Hidup dalam rasa cukup menjadi kunci utama memperjuangkan kehidupan yang berkeadilan bagi seluruh ciptaan.
Mzm. 100; Yeh. 34:17-23; 1Ptr. 5:1-5