Dan oleh anugerah-Nya telah dibenarkan dengan cuma-cuma melalui penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian melalui iman, dalam darah-Nya.
(Roma 3:24-25a)
Ada satu kalimat dalam bahasa Jawa yang mengungkapkan bahwa sikap mengalah itu baik dan terpuji. Kalimat itu berbunyi “sing waras, ngalah”. Waras = sehat, bisa diartikan sehat jasmani tapi juga bisa sehat mental dan kejiwaannya. Kalimat yang tampaknya lelucon itu jelas mengandung pujian dan sekaligus pemuliaan.
Apa yang dilakukan oleh Allah di dalam Yesus Kristus sungguh luar biasa. Agar tercipta perdamaian antara Allah dengan manusia, maka Allah berinkarnasi dalam diri Yesus Kristus dan mengurbankan Diri-Nya. Padahal yang berdosa adalah manusia. Yang memberontak adalah manusia. Mestinya manusialah yang datang untuk bertanggung jawab atas segala pelanggarannya. Allah melangkah lebih dulu mendatangi manusia dan mengadakan pendamaian. Jelaslah bahwa tindakan Allah tersebut menyatakan kebesaran kasih sayang-Nya kepada manusia. Dan kasih sayang tersebut diberikan kepada semua orang, baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi.
Terhadap kasih sayang yang demikian besar akankah kita meremehkannya? Tentu saja tak habis-habisnya kita bersyukur. Ungkapan syukur yang sejalan dengan kasih sayang Allah tersebut adalah mengasihi Allah. Sama seperti Allah juga menawarkan kasih yang sama kepada semua orang, kita pun dipanggil untuk mengasihi sesama kita tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada di antara kita.
DOA:
Puji syukur dan terima kasih atas kasih sayang-Mu yang demikian besar. Ajarkan kami untuk selalu mengasihi Engkau dan sesama kami tanpa memandang perbedaan di antara kami. Amin.
Kej. 15:1-6, 12-18; Mzm. 22:23-31; Rm. 3:21-31