Lukas 9:18-27
Kata-Nya kepada mereka semua: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Luk. 9:23)
Kosuke Koyama, seorang teolog asal Jepang, menulis buku dengan judul Tidak Ada Gagang Pada Salib. Secara sederhana, ia mau menegaskan bahwa salib itu harus dipikul, bukan ditenteng seperti rantang makanan atau tas koper yang elok.
Setelah melihat berbagai mukjizat yang dilakukan-Nya dan setelah para murid menerima kuasa dari-Nya, Yesus mengajukan pertanyaan yang sangat mendasar: Siapakah Dia menurut kata orang dan para murid? Petrus memberi jawab yang oleh Yesus diterima sebagai paling tepat. Yesus adalah mesias. Sebagai mesias, maka para pengikut Yesus berada dalam situasi yang berbahaya. Mereka dapat mengalami berbagai penderitaan sebagai akibat menjadi murid-Nya. Semua itu oleh Yesus disimbolkan dengan salib. Pada masa itu salib adalah alat untuk menghukum penjahat, sekaligus cara penghukuman yang paling hina. Dengan kata lain, Yesus menegaskan bahwa setiap orang yang mau mengikut-Nya harus bersedia untuk berada pada posisi yang paling hina. Mereka harus bersedia memikul salib, bukan menyembunyikannya.
Bila kita cermati hidup kekristenan masa kini apakah kita masih menemukan orang Kristen yang sungguh memikul salib? Bersedia menderita karena imannya pada Yesus atau menjadi orang Kristen yang cengeng? Alih-alih memikul salibnya, orang Kristen mungkin lebih suka menjadikannya sekadar sebagai hiasan. Padahal, salib bukan hiasan, fashion. Salib adalah panggilan, passion.
DOA:
Tuhan, terima kasih untuk kesempatan menjadi murid-Mu dan memikul salib-Mu. Amin.
Mzm. 29; Yeh. 3:12-21; Luk. 9:18-27