GKI SINODE WILAYAH JAWA TIMUR MENJADI GEREJA YANG RELEVAN DAN BERDAMPAK DI TENGAH MASYARAKATNYA DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KERAJAAN ALLAH DI BUMI
1. PEMBANGUNAN GEREJA DI TENGAH PERUBAHAN JAMAN
Arus modernisasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat dunia. Seluruh dunia mengalami perubahan besar seperti industrialisasi, urbanisasi, individualisasi, sekularisasi dan globalisasi. Hal ini membawa dampak dalam pola pikir, pola hidup dan perilaku masyarakat. Seiring dengan hal itu, modernisasi yang menghasilkan sekularisasi juga membawa dampak dalam kehidupan gereja. Di Eropa misalnya, gereja makin ditinggalkan anggota jemaatnya dan dianggap tidak relevan lagi.[1] Tampaknya gereja tidak siap memasuki era modernisasi dan industrialisasi sehingga tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan baru. Akibatnya masyarakat meninggalkan gereja. Banyak orang menganggap persekutuan (communio) gereja tidak penting. Ada pula orang Kristen yang telah meninggalkan iman Kristennya karena merasa iman Kristen tak mampu menjawab persoalan hidupnya.
Apakah modernisasi juga membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat Indonesia? Dalam proses pembangunan, masyarakat dan bangsa Indonesia juga berada dalam proses modernisasi dan industrialisasi. Modernisasi juga membawa perubahan pola pikir, pola hidup, dan perilaku dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Industrialisasi, urbanisasi, individualisasi, dan sekularisasi mewarnai kehidupan sehari-hari sebagian besar masyarakat.
Jika demikian, bagaimanakah kondisi gereja-gereja Indonesia dalam pembangunan gereja di masa kini? Ada aneka ragam kondisi yang dapat diamati secara umum. Ada gereja yang mengalami pertambahan anggota secara pesat, namun ada pula gereja yang semakin ditinggalkan oleh anggota jemaatnya. Ada gereja yang terus mengupayakan perbaikan pelayanan secara internal gerejawi untuk menarik banyak anggota tapi ada pula gereja yang mengalami stagnasi, hanya menjalankan rutinitas aktifitas pelayanan bahkan ada yang terus mengalami kemerosotan baik secara kuantitas maupun kualitas. Ada gereja yang berupaya melayani masyarakat, ada pula gereja yang tak peduli dengan persoalan-persoalan kemasyarakatan. Bahkan ada gereja yang bertahan pada pola-pola pelayanan dan penginjilan yang eksklusif dan membuat gereja terasing dari seluruh perkembangan masyarakat. Pada kenyataannya gereja tak selalu siap dalam menyikapi berbagai perubahan yang terjadi di tengah masyarakat. Gereja belum menjalankan fungsi positif, kritis, kreatif dan realistis dalam proses perkembangan masyarakat.[2]
Sementara itu di tengah kemiskinan yang melanda bangsa, beberapa gereja justru melakukan pembaharuan secara fisik, seperti memperluas lahan, merenovasi gereja menjadi lebih indah, membuat bangunan-bangunan baru seperti ruang serba guna, dan ruang-ruang lainnya. Banyak dana dipakai untuk memperbesar dan memperindah gedung gereja. Sebenarnya ada pula beberapa gereja yang melakukan perbaikan program-program kegiatan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kehidupannya, namun tampaknya hal itu tak membawa banyak perubahan.
Kecenderungan untuk membangun gereja yang eksklusif masih mendominasi pembangunan jemaat. Seringkali gereja dipandang sebagai gereja yang hidup dan bertumbuh maju jika jumlah anggotanya semakin bertambah, jumlah kehadiran dan partisipasi anggota jemaat dalam kegiatan gereja makin besar, memiliki banyak kegiatan gerejawi, serta memiliki gedung gereja yang makin besar dan indah. Pada kenyataannya kemerosotan kehidupan internal gerejawi lebih merisaukan daripada kemerosotan fungsi gereja di tengah masyarakat, akibatnya fungsi gereja di tengah masyarakat semakin kurang dapat dirasakan. Perkembangan gereja masih diukur dari perkembangan organisasi dengan jumlah anggota yang besar dan gedung-gedung yang megah.
Apakah gereja akan terus membangun diri menjadi komunitas eksklusif yang tidak relevan dan tidak berdampak bagi masyarakat? Dalam konteks modernisasi, gereja memang perlu membangun diri agar tidak ditinggalkan anggota jemaatnya namun juga tidak boleh lupa akan tugas dan panggilannya untuk membangun dunia ini.
2. PANDANGAN GKI TENTANG GEREJA
Dalam Mukadimah Tata Gereja GKI dengan jelas dipaparkan pandangan GKI tentang Gereja:
Pandangan GKI tentang gereja secara universal.
Gereja adalah persekutuan yang esa dari orang-orang beriman kepada TUHAN YESUS KRISTUS, yang dengan kuasa ROH KUDUS dipanggil dan diutus ALLAH untuk berperan serta dalam mengerjakan misi ALLAH, yaitu karya penyelamatan ALLAH di dunia.”Untuk mengerjakan misi ALLAH, gereja melaksanakan misinya.Misi gereja dilaksanakan oleh seluruh anggota gereja dalam konteks masyarakat, bangsa dan negara di mana gereja di tempatkan.Misi gereja dilaksanakan dengan mewujudkan persekutuan dengan ALLAH dan sesama secara terus menerus berdasarkan kasih, maupun dalam bentuk kesaksian dan pelayaan.Misi gereja dilaksanakan di tengah situasi yang senantiasa berubah dan berkembang. Karena itu untuk melaksanakan misinya dengan baik, gereja dalam keseluruhan dan keutuhannya dipanggil untuk terus menerus melakukan pembangunan gereja.
Pandangan GKI sebagai gereja partikular
Dalam penghayatan GKI sebagai gereja partikular, antara lain dipahami bahwa GKI adalah bagian dari gereja TUHAN YESUS KRISTUS yang esa, bagian dari gereja-gereja di Indonesia danbagian dari masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.Keberadaan GKI adalah sebagai sumbangan bagi proses yang lebih nyata dari gereja Kristen yang esa di Indonesia dan bagi pelaksanakan yang lebih baik dari misi ALLAH. Dalam kebersamaan yang dijiwai oleh iman Kristen serta semangat persatuan dan kesatuan bangsa, GKI membuka diri untuk bekerjasama dan berdialog dengan gereja-gereja lain, pemerintah serta kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat guna mengusahakan kesejahteraan, keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan bagi seluruh rakyat Indonesia. GKI terpanggil untuk mengusahakan kesejahteraan yaitu syalom yang berisikan keadilan, perdamaian dan keutuhan seluruh ciptaan.
Mengusahakan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan adalah 3 sisi misioner yang saling terkait dan tak terpisahkan. Keadilan dan perdamaian itu bukan hanya antar manusia melainkan dan perdamaian di dalam konteks keutuhan seluruh ciptaan ALLAH.GKI dipanggil bukan hanya untuk mengusahakan kesejahteraan manusia saja melainkan bagi seluruh kehidupan di dalam seluruh ciptaan ALLAH.
3. PEMBANGUNAN GEREJA DI LINGKUP GKI SINODE WILAYAH JAWA TIMUR SELAMA INI
Apakah GKI SW Jatim telah menjadi gereja yang melaksanakan tugas panggilannya dengan baik? Bagaimanakah arah pembangunan gereja GKI SW Jatim?
Pada awal tahun 2010 BPMSW GKI SW Jatim membentuk tim Renstra (Rencana Strategi) yang kemudian melakukan penelitian sederhana melalui data-data dari Buku Kehidupan jemaat, Laporan kehidupan klasis dan diskusi-diskusi guna memotret kondisi GKI SW Jatim.
Pada saat ini kondisi jemaat-jemaat di lingkup GKI SW Jatim sangat beragam namun memiliki persoalan yang sama yaitu masih sibuk dengan persoalan dan kegiatan internal gerejawi. Memang beberapa jemaat memiliki gedung gereja yang makin besar dan indah serta jumlah kegiatan yang terus bertambah namun jujur kita akui bahwa kiprah gereja dalam kesaksian dan pelayanan bagi masyarakat belum terlalu dirasakan. Begitu banyak dana dan tenaga kita curahkan untuk membangun gereja secara fisik dan menggairahkan kegiatan internal gerejawi, namun sebandingkah itu dengan pertumbuhan karya gereja untuk membangun masyarakat? Beberapa jemaat justru menunjukkan keberadaan sebagai gereja yang mapan namun stagnan.
Dari Potret tiga klasis ( Klasis Banyuwangi, Klasis Bojonegoro dan Klasis Madiun) serta Buku kehidupan 35 jemaat dilingkup GKI SW Jatim didapatkan kesimpulan gambaran proses pembangunan gereja yang memiliki beberapa masalah, yaitu:
Dalam kondisi yang seperti itu, apakah yang telah kita lakukan untuk menghadirkan Kerajaan ALLAH yang membawa damai sejahtera di tengah masyarakat kita? Apakah yang telah kita lakukan untuk menghadirkan damai sejahtera di tengah jeritan kemiskinan negeri ini? Apakah yang telah kita lakukan untuk membangun damai sejahtera di tengah alam yang meronta dalam kerusakannya? Apakah yang telah kita lakukan untuk menghadirkan damai sejahtera bagi para korban kekerasan, penindasan dan pelenggaran hak-hak azasi manusia? Apakah yang telah kita lakukan untuk menghadirkan damai sejahtera bagi mereka yang dikuasai kegelapan karena berbagai penderitaan yang menimpanya?
Jujur kita akui bahwa pertanyaan-pertanyaan itu sulit kita jawab karena kita masih banyak berkonsentrasi untuk urusan internal gerejawi. Sekalipun mulai ada karya-karya bakti bagi masyarakat, alam dan negeri ini namun dampaknya belum terlalu dirasakan oleh lingkungan sekitar kita. Oleh karena itu sekaranglah saatnya kita berbenah diri agar menjadi gereja yang semakin bertumbuh dan berbuah.
4. UPAYA TRANSFORMASI DALAM PEMBANGUNAN GKI SINODE WILAYAH JAWA TIMUR DI MASA DEPAN
Melihat kondisi GKI SW Jatim dengan masalah-masalah yang dipotret tim renstra, maka penting untuk segera berbenah diri, melakukan upaya transformasi agar kita menjadi gereja yang semakin relevan dan berdampak di tengah masyarakat. Untuk itulah Tim Renstra menggumulkan masalah-masalah tersebut dengan menganalisis dan merefleksikannya. Disadari bahwa selama ini gereja sangat menekankan pentingnya mengabarkan Injil keselamatan yaitu Injil yang membawa orang untuk diselamatkan TUHAN YESUS KRISTUS. Tentunya Injil keselamatan tak berdiri sendiri sebab setelah orang percaya pada KRISTUS, ia hidup baru dalam Kerajaan ALLAH. Sesungguhnya gereja memiliki tugas panggilan mengabrakan dan menghadirkan Kerajaan ALLAH. Kita berkaca dari teladan KRISTUS yang dalam karyanya mengabarkan dan menghadirkan Kerajaan ALLAH yang menyapa dan menyentuh mereka yang terhilang, yang sakit dan yang berbeban berat. Oleh karena itulah gambaran gereja yang mengabarkan Injil Kerajaan ALLAH menjadi pilihan untuk menerangi beberapa masalah yang sedang kita hadapi.
Selanjutnya refleksi teologis ini menuntun perumusan gambaran situasi baru yang kita harapkan. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat hasil jabaran masalah, refleksi teologis dan gambaran suituasi baru yang kita harapkan, sbb:
Masalah: Kurangnya pemahaman tentang identitas diri sebagai sebuah gereja.
Refleksi teologis yang menerangi:
Identitas Gereja yang mengabarkan Injil Kerajaan Identitas ini didasari pemahaman:
Gambaran situasi baru yang diharapkan:
Masalah: Hidup menggereja yang eksklusif (introvert-internal).
Refleksi teologis yang menerangi:
Kerajaan Allah tidak terbatas pada gereja dan segala aktivitasnya.
Untuk itu gereja mesti menjadi gereja yang misioner yaitu:
Gambaran situasi baru yang diharapkan:
Gereja misioner: gereja yang terbuka dan menjadi agen perubahan:
Masalah: Kurangnya pemahaman tentang organisasi yang benar.
Refleksi teologis yang menerangi:
Gambaran situasi baru yang diharapkan:
Organisasi yang berpusat pada misi Allah, yaitu:
Masalah: Kecenderungan anggota jemaat memisahkan kehidupan ibadat di gereja dari kehidupan sehari-hari sehingga kurang mampu mencerminkan hidup kekristenan yang utuh.
Refleksi teologis yang menerangi:
Gereja memampukan anggotanya berparadigma dan berperilaku misioner, yaitu:
Gambaran situasi baru yang diharapkan:
Masalah: Terbatasnya partisipasi anggota jemaat.
Refleksi teologis yang menerangi:
Partisipasi anggota jemaat berdasarkan karunianya, serta pemberdayaan potensi yang dimiliki
Gambaran situasi baru yang diharapkan:
Masalah: Kurangnya spiritualitas dan kualitas pemimpin
Refleksi teologis yang menerangi:
Kepemimpinan yang Kristosentris.
Gambaran situasi baru yang dharapkan:
Gambaran –gambaran situasi baru tersebut mengarahkan langkah kita agar tidak terlalu sibuk mengurus diri sendiri. Kita berada dalam pengharapan untuk menjadi gereja yang terus bertumbuh, semakin menghadirkan damai sejahtera ALLAH di muka bumi ini. Pengharapan ini dituangkan kalimat visi :
“GKI SW Jatim menjadi Gereja yang relevan dan berdampak di tengah masyarakatnya dalam rangka mewujudkan Kerajaan Allah di bumi “.
Kalimat visi di atas mengungkapkan kesadaran bahwa sesungguhnya gereja diutus dan dipanggil ALLAH untuk berperan serta mengerjakan misi ALLAH yaitu karya penyelamatan dunia dan upaya mewujudkan Kerajaan ALLAH di bumi. Dalam rangka mengerjakan misi ALLAH inilah, gereja seharusnya hadir menjadi relevan dan memberikan dampak positif di tengah masyarakatnya.
Kata relevan berarti bermakna, terkait langsung ( nyambung) dengan persoalan hidup yang nyata. Di masa depan kita ingin menjadi gereja yang bermakna, relevan dengan persoalan hidup nyata anggota jemaat dan masyarakat. Dengan cara inilah kita akan mampu menjalankan tugas dan panggilan kita sebagai garam dan terang dunia ( Matius 5:13-16) sehingga kehadiran kita berdampak positif bagi masyarakat di sekitar kita.
Untuk mewujudnyatakan visi tersebut, maka dalam tahun 2011-2015, dirancang 6 misi sbb:
Misi 1: Menghayati dan menghidupi jati diri gereja yang mewujudkan Kerajaan Allah.
Misi 2: Membangun gereja yang misioner
Misi 3: Membangun sistem organisasi gereja yang kontekstual
Misi 4: Membangun spiritualitas yang semakin serupa Tuhan Yesus Kristus
Misi 5: Mengupayakan partisipasi aktif anggota jemaat dalam hidup menggereja.
Misi 6:Menyiapkan pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan dan spiritualitas Kristosentris
Melalui visi, misi dan panduan rencana strategi yang telah dirumuskan, kita akan bersama-sama melangkah menjadi gereja ( sinode wilayah, klasis dan jemaat) yang terus menghasilkan buah-buah karya yang semakin berkualitas dan membawa kebaikan sehingga menghadirkan Kerajaan ALLAH dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat.
5. BERTUMBUH MENJADI GEREJA YANG RELEVAN DAN BERDAMPAK DI TENGAH MASYARAKAT
Wahyu 3 :14-22 memberikan gambaran tentang kehidupan gereja Laodikia yang merasa dirinya berhasil; menjadi gereja yang kaya dan serba cukup, tidak kekurangan apa-apa namun justru dikatakan sebagai melarat, malang, miskin, buta dan telanjang. Sesungguhnya mereka tidak memiliki apa –apa. Kecukupan dan kemapanan gereja Laodikia justru disebut sebagai kemiskinan. Inilah kondisi menyedihkan dari sebuah gereja. Bahkan kondisi karya mereka dinilai hanya suam-suam kuku. Gereja Laodikia adalah gereja yang suam-suam kuku, yang kehadirannya tidak berdampak bagi masyarakat sekitarnya. TUHAN muak melihatnya.
Gereja Laodikia menjadi gambaran gereja yang mapan dan stagnan, tidak memiliki gairah karya yang menyentuh dan menjawab persoalan dunia sekitarnya. Oleh karena itulah gereja Laodikia dinasihati untuk bertobat hingga menjadi panas, mampu menyembuhkan berbagai penyakit masyarakat dan menjadi dingin, mampu memberikan kesegaran bagi masyarakat sekitar yang letih dan haus dalam kehidupan ini. Gereja Laodikia dipanggil untuk hidup relevan dan berdampak bagi masyarakat.
Sesungguhnya apalah arti kehadiran gereja apabila tidak mampu menjadi perpanjangan tangan ALLAH yang menyentuh dunia yang sedang menderita. Kehadiran gereja seharusnya menjadi mata air panas yang menghadirkan kesembuhan bagi ”berbagai penyakit” dunia yaitu berbagai tindak ketidakadilan, kejahatan dan ketidakbenaran dunia ini. Kehadiran gereja juga sudah selayaknya menjadi mata air dingin yang menyegarkan dan menyejukkan berbagai ”kekeringan ” dunia sekitarnya yaitu menyegarkan pengharapan mereka yang sedang berada dalam berbagai kesesakan di tengah dunia, para korban ketidakadilan, orang-orang miskin, para korban angkara murka sesamanya. Di tengah panasnya persaingan, perseturuan, konflik bahkan peperangan, gereja dipanggil memberikan kesejukan suasana yang membawa perdamaian. Itulah gereja yang relevan dan berdampak bagi masyarakat sekitarnya.
Dalam jati diri sebagai Gereja Kristen Indonesia, GKI SW Jatim terus berjuang untuk menyatakan jati dirinya di tengah kancah kehidupan yang semakin penuh tantangan. Kita menyadari sepenuhnya bahwa kita masih harus terus berjuang untuk bertumbuh menjadi gereja yang relevan dan berdampak bagi masyarakat. Kiranya konsep visi, misi dan rencana strategis yang telah dihasilkan semakin memandu langkah kita untuk terus bertumbuh menjadi gereja yang relevan dan berdampak di tengah masyarakat.
Kita merindukan GKI SW Jatim terus bertumbuh dan berkembang menjadi gereja misioner yang terus berkarya menjawab kebutuhan masyarakat di tengah segala tantangan zaman. Kita sungguh berharap GKI SW Jatim semakin bertumbuh menjadi gereja yang menghadirkan Kerajaan ALLAH yang membawa damai sejahtera di tengah masyarakat Jawa Timur khususnya. Untuk itulah kita terus berupaya meningkatkan kesadaran sebagai gereja yang terbuka dan menjadi agen perubahan.
Kita terus berjuang untuk membangun persekutuan yang hidup dalam masyarakat, berada dalam keterbukaan untuk berdialog dan bekerjasama dengan semua pihak, membangun solidaritas, menjadi gereja yang memasyarakat dan merakyat, menjadi gereja yang terus memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan, menjadi gereja yang mengabdi demi persaudaraan umat manusia, bersemangat dalam mengabarkan injil dengan pemahaman yang utuh dan menyeluruh serta membangun spiritualitas yang mengubah dan membarui masyarakat.
Kita berharap dapat melanjutkan perjalanan menjadi gereja yang makin dewasa dalam mewujudkan jati dirinya di tengah segala karya nyata. Kita akan terus berjuang menjadi gereja yang makin bersekutu dan menyatu dengan TUHAN, masyarakat dan alam sekitar. Untuk itu alangkah indahnya apabila kita mulai membangun jejaring, menjalin kerja sama dan persahabatan dengan berbagai kelompok di tengah masyarakat demi penyebarluasan karya kebaikan ALLAH di dunia ini.
Mari melangkah dengan penuh semangat untuk membangun GKI SW Jatim menjadi gereja yang secara nyata memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan. Masa depan GKI SW Jatim ada di tangan kita semua. Mari bergandengan tangan, menyatukan hati, menyatukan visi dan menyatukan langkah sebagai kawan sekerja ALLAH. Biarlah nama TUHAN dimuliakan dalam seluruh karya GKI SW Jatim.
--------------------------------------------------------------------------------------------
[1] J.A. van der Ven, Education For Reflective Ministry, Louvain, Peeters Press, 1998, hlm. 25-36.
[2] Eka Darmaputera, Pertumbuhan Gereja dan Konteks Kontemporer Indonesia, dalam Buku Makalah Seminar Pertumbuhan Gereja , Jakarta, Panitia SPG, 1989, hlm. 54.