04 December 2017 / Berita Sukita Terkini

Kalimat Bijak Mengajak
Bulan Desember 2017


media

Masyarakat Literer Selalu Mampu Membuka Ruang-Ruang Dialog Bermartabat

Maman Suherman, Penggerak Literasi dan Pelatih Jurnalistik

Maman Suherman lahir di Makasar, 10 November 1965, wajah nya selalu muncul di televisi program Indonesia Lawak Klub (ILK) manakala ia membaca simpulan yang puitis dan kritis tanda acara segera berakhir. Ternyata beliau lulusan UI jurusan Kriminologi, namun bergiat di arena jurnalistik, bahkan sekarang dia menjadi “Sahabat Literasi” Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam Koran Kompas, 18 November 2017, pada kolom wawancara satu halaman penuh, dia tampil dengan jawaban-jawaban yang bernas dan bermutu. Kang Mamanmenaruh kekhawatiran terhadap ujaran kebencian yang dimanfaatkan untuk memenangi (merebut, red.) kekuasaan dalam pilkada hingga presiden. Cara ini akan melahirkan anak haram demokrasi, yakni permusuhan abadi di antara masyarakat pendukung yang menang dan kalah. Beliau yakin bahwa bahasa tuduh di dalam ujaran kebencian harus dilawan dengan menghidupkan LITERASI guna merawat kebebasan berpikir, berpendapat, berekspresi dan berpolitik.

 

Beberapa cuplikan jawaban wawancara Kompas dengan Kang Maman: “Literasi bukan hanya persoalan membaca dan menulis. Literasi bukan semata mengatasi persoalan buta huruf. Yang terpenting dalam gerakan menghidupkan literasi, yaitu memiliki minat membaca. Berdasarkan data UNESCO, minat baca orang Indonesia nilainya 0,001. Ini artinya, dari 1000 orang Indonesia hanya 1 orang berminat baca. Hasil suvey, Indonesia menempati urutan 60 dari 61 negara. Feno-mena yang terjadi di media sosial (yang amat digandrungi, red), kerap kali orang membaca tanpa kemampuan verifikasi dan konfirmasi. Ini sering menimbulkan bahasa tuduh, kemudian menjadi ujaran kebencion di media sosial. Kita harus mempunyai kemampuan membedakan di antara `katanya` dan `nyatanya`. Sedangkan kala kita membaca buku, sepertinya kita sedang berdialog dengan penulisnya, sehingga tidak akan begitu mudah berkomentar di media sosial”.

 

Konon `katanya`, minat baca jemaat GKI Sinwil Jatim (juga pemimpinnya?) masih jauh dari yang diharapkan, walau bermedia sosialnya, wow…hebat nan dahsyat. Semoga `nyatanya` tidak demikian. Natal disambung tutup tahun 2017 menjadi momen yang penting untuk kita mawas diri: literasi macam apakah yang ada dan berlangsung di GKI SW Jatim?

 

Semoga kalimat bijak ini bermaknaguna bagi kita, GKI berderap mengarungi samudera kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menghidupkan literasi yang membuka ruang dialog bermartabat manakalamenggerakkan perjalanan bergereja dan menggereja. Ajaklah dan ajarkanlah pada jemaat berminat membaca buku-buku yang sehat dan bermanfaat dalam berinformasi dan berkomunikasi serta bermedia sosial secara cerdas-tangkas dan kreatif-inovatif! Selamat Berliterasi di kala Natal diingat dan dirayakan serta refleksi akhir tahun 2017!