Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan.
(Lukas 6:21)
Ucapan bahagia yang dicatat seorang tabib bernama Lukas memang merujuk pada kondisi kelaparan seseorang. Berbeda dengan yang dicatat Matius dengan penekanan kalimat ‘dihadapan Allah’; sehingga menjadi menarik bahwa dalam kondisi lapar, seseorang layak berbahagia karena mereka punya kesempatan untuk dikenyangkan. Sebaliknya, orang yang merasa kenyang, kemungkinannya hanya satu gerakan turun, yang membuat antiklimaks.
Seorang yang merasa lapar, mendapati sesuap nasi dan secuil lauk untuk dimakan bahagianya setengah mati, karena dipuaskan kebutuhannya. Seseorang yang kurang bisa mengalami kepuasan hidup berarti kurang menghidupi kelaparannya, dengan kata lain tidak pernah puas karena bisa jadi terlalu kenyang. Tetapi menyadari kelaparan, membuat seseorang memiliki kesempatan bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, karena Dialah roti hidup yang memuaskan kelaparan kita.
Jemaat GKI Citraland belajar untuk terus menghidupi rasa lapar itu dengan melihat realita kelaparan banyak orang. Mereka yang masih terus berjuang untuk mengisi perutnya, bahkan perut-perut kosong anggota keluarga yang menjadi tanggungan mereka. Terlebih dari itu, mereka harus tetap sehat, mereka harus makan. Juga para pekerja, buruh yang dirumahkan, baik yang digantung tanpa batas waktu, maupun yang mendapat kepastian pemutusan kerja; membuat mereka menyandang status prasejahtera.
Mereka para buruh pabrik, pekerja upahan di daerah Gadel-Balongsari; mereka buruh cuci, buruh jahit, pedagang keliling di Manukan dan sekitarnya; mereka para pekerja yang dirumahkan bahkan diputus kontrak kerjanya di daerah perumahan Driyorejo; mereka para lanjut usia yang lebih rentan kalau harus keluar rumah untuk membeli kebutuhan pokok – kami berusaha penuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka, dengan menyalurkan sembako berupa beras, telur, minyak, dan vitamin. Penyaluran itu kami lakukan berkala. Kepada penerima yang sama, dalam dua minggu berikutnya kami menyalurkan gula, kecap, kacang hijau, biscuit dan telur. Supaya terus ada untuk penyambung hidup, sampai menanti pulihnya dunia yang sedang sakit ini.
Khususnya, bagi mereka yang sekalipun masih harus berada di jalan seolah menantang resiko karena tidak punya pilihan, mereka harus bekerja karena tanggungjawab mereka kepada keluarga yang mereka cintai; kesehatan mereka harus diperhatikan – kami bekerjasama dengan seorang ibu penjual warung di samping Terminal Manukan, untuk memberi mereka makan gratis. 50 porsi untuk 50 orang setiap hari boleh mereka terima. Mereka diantaranya sopir ojek online maupun konfensional, sopir angkutan umum dan sopir mobil online, cleaning service yang sepi panggilan, tukang becak, tukang tambal ban, penjual koran, marbot (data didapat dari buku presensi yang mereka tulis setelah mendapat nasi pecel).
Menariknya, Ibu Dian sang penjual pecel turut serta memelihara kelaparannya, dengan menambah porsi makan gratis secara pribadi.
Perjalanan kedepan seolah tak berujung, namun yang terlihat ada semakin banyak orang yang terdampak dari wabah COVID 19 dan kami memilih melakukan hal yang tidak terlalu sulit dilakukan; turut hadir merasakan kelaparan orang lain, agar mereka punya kesempatan untuk dikenyangkan, dan kita berbahagia melihat mereka dipuaskan.
Jemaat GKI Citraland bersyukur, bahwa ada banyak orang-orang yang terlibat didalam aksi berbagi ini, bahkan takjub akan kebaikan Tuhan mengirimkan para donator yang tidak kami kenal sebelumnya, yang mempercayakan dananya dikelola untuk kelangsungan hidup orang banyak.
Pelihara kelaparanmu, peliharalah orang yang lapar,dan ketika perjumpaan terjadi, maka dirimu dan dirinya dikenyangkan-Nya
Pdt. Samuel Ismayanto